Abstraksi

Mongan,Venty Okdevi Talita. 2012. Pelayanan Pastoral Bagi Perempuan yang Hamil Akibat Perilaku Seks Bebas. Skripsi. Prodi Teologi Sekolah Tinggi Theologi Aletheia Lawang.

Kata Kunci: Pelayanan Pastoral Bagi Perempuan Hamil, Seks Bebas.

Seks bebas seringkali menjadi sesuatu yang merusak dalam kehidupan manusia.  Tidak sedikit perempuan yang seringkali menjadi korban atas perilaku seks bebas.  Kaum perempuan seringkali menjadi “kambing hitam” dari adanya akibat seks bebas.  Kehamilan menjadi sesuatu yang menakutkan dalam akibat seks bebas.  Apabila kehamilan terjadi sebagai akibat seks bebas maka hidup seorang perempuan akan mengalami perubahan.  Kaum perempuan yang mengalami kehamilan adalah orang-orang yang diciptakan oleh Allah dan di kasihi oleh Allah dengan seluruh kasih yang kekal.

Keberadaaan mereka dalam kehidupan sebuah komunitas membawa mereka kepada sebuah tanggung jawab, baik dalam hal menjaga diri maupun dalam mengendalikan laki-laki.  Sulit bagi kaum perempuan untuk bisa menjalani kehidupan di tengah sebuah hubungan dengan seorang laki-laki.  Karena kaum perempuan pada masa kini masih dianggap sebagai seorang yang tidak punya hak untuk memilih dan di dengarkan.  Hal ini disebabkan masih adanya pengaruh budaya masyarakat tentang seorang perempuan.

Alkitab memang tidak terlalu banyak menjelaskan secara langsung dan jelas tentang adanya seks bebas.  namun, beberapa teks firman Tuhan menjelaskan bahwa seks bebas adalah dosa yang besar di hadapan Allah.  Sehingga mengandung konsekuensi dosa di dalamnya.  Sekalipun itu adalah dosa, Yesus sendiri memberikan teladan untuk menerima dan mengampuni mereka yang berdosa dalam sebuah komunitas orang percaya.

Seks bebas adalah hubungan seks yang dilakukan di luar sebuah ikatan pernikahan kudus.  Seks bebas inilah yang semakin hari berkembang dan menyerang siapa saja yang terlibat di dalamnya.  Seks bebas membuat seorang perempuan dan laki-laki terpaksa menikah, sekalipun tanpa cinta.  Seks bebas jelas ditentang dan dilarang oleh Allah.  Bahkan sejak zaman bangsa Israel hingga kini, Allah tetap mengingatkan untuk tidak terlibat dalam seks bebas.  Seks bebas membawa konsekuensi yang besar dan berat dalam diri pasangan seks bebas.  Akan tetapi, yang seringkali bertanggung jawab hanyalah kaum perempuan.  Kaum perempuan selalu menjadi korban dari perilaku seks bebas.

Kehamilan kaum perempuan sebagai akibat dari perilaku seks bebas merupakan kondisi yang tidak menyenangkan.  Apalagi jika kondisi tersebut dipersulit dengan tidak adanya tanggung jawab dari pihak laki-laki.  Kondisi yang penuh dengan berbagai guncangan emosi, psikis dan jasmani.  Sehingga dapat dikatakan perempuan yang hamil akibat perilaku seks bebas merupakan orang-orang yang membutuhkan pelayanan pastoral dari gereja.  Karena gereja adalah tempat di mana umat Allah mendapatkan pemulihan kehidupan.  Pelayanan pastoral dalam kasus ini adalah lebih diutamakan kepada keberadaan gereja yang menyatakan kebenaran, keadilan Allah dan kasih Allah kepada mereka.  Sehingga mereka bisa mengalami pemulihan bersama dengan Allah.

Dengan adanya skripsi ini, penulis rindu agar semua gereja, khususnya para hamba-hamba Tuhan memahami bahwa perempuan yang hamil akibat perilaku seks bebas membutuhkan pertolongan.  Sehingga mereka dapat mengatasi dan melewati kehidupan yang baru dengan berharap dan berseru kepada Tuhan.  Dengan demikian, mereka akan menjadi orang-orang yang berhasil dan dipulihkan oleh Allah melalui gereja.  Gereja yang menjadi pendamping utama bagi perempuan tersebut untuk menolongnya menghadapi hari esok bersama bayinya kelak, khususnya dalam mengalami pengampunan dari Allah.

download abstraksi 

STT Aletheia akan mengadakan Pastoral And Leadership Seminar (PLEASE) pada tanggal 24-26 Juli 2012 di  Rumah Jambuluwuk,Batu -Malang dengan tema "WOMEN IN GOD'S PLAN"

Pendaftaran Wilayah:

1.Wilayah Malang dan sekitarnya :

Ibu Lie Sien Ing         (0341-7031789)

2.Wilayah Bangil, Probolinggo - Banyuwangi   :

Ibu Arjanti                  (081233380999)

3.Wilayah Luar Pulau Jawa :

Ibu Dewi                       ( 081331329874)

4.Wilayah JABODETABEK   :

Ibu Elani                      (081559664570)

5.Wilayah Sidoarjo, Surabaya, Mojokerto, Kediri dan Jateng:

Ibu Ribkah                  (0816502999)

Brosur lengkap di sini

Abstraksi

 

Waluyo, Yunita. 2011. Pemahaman Pernikahan Hosea Dan Gomer sebagai Gambaran Kasih Allah Yang Besar Kepada Israel. Skripsi. Prodi Teologi Sekolah Tinggi Theologi Aletheia Lawang.

 

Kata Kunci: Pemahaman Pernikahan Hosea dan Gomer, Kasih Allah Kepada Israel.

 

Masalah penafsiran pernikahan Hosea merupakan satu bagian yang sangat penting dalam memahami keseluruhan Kitab Hosea. Untuk memutuskan penafsiran yang tepat, memahami dan mengenal konteks kepenulisan serta tujuan kepenulisan Hosea harus dipahami dengan baik. Hal ini diperlukan agar penafsiran yang tepat tidak mengurangi makna kepenulisan dan sesuai dengan tujuan Kitab Hosea pada masa itu. Dengan mempertimbangkan hal-hal itu maka penafsiran literal yang melihat bahwa pernikahan Hosea dan Gomer adalah fakta historis-realistis merupakan penafsiran yang paling tepat. Hal ini berkenaan dengan signifikansi pernikahan Hosea dan Gomer bagi berita dan tujuan kepenulisan Kitab Hosea itu sendiri. Maka pendekatan yang sesuai dengan konteks tujuan penulisan Kitab Hosea adalah pendekatan secara literal adalah yang paling cocok. Karena pendekatan ini melihat bahwa kisah pernikahan nabi Hosea dan Gomer merupakan peristiwa historis-realistis dalam sejarah yang mengandung maim mendalam atau disebut juga tindakan simbolis. Penafsiran ini juga mendukung amanat utama yang hendak disampaikan oleh sang nabi berkenaan tentang kasih Allah yang besar kepada Israel. Selain daripada itu dalam kitab ini sendiri tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa peristiwa pernikahan Hosea dan Gomer harus dipahami secara perumpamaan, atau alegoris bahkan hypotetical. yang sedemikian terlibat dengan berita yang disampaikannya, kecuali Hosea ini.

Penafsiran secara literal dengan melihat bahwa peristiwa pemikahan Hosea adalah suatu peristiwa historis-riel akan menolong untuk memahami pernikahan Hosea dengan benar dan sesuai tujuan pemberitaan sang nabi. Penafsiran literal memandang bahwa pernikahan Hosea benar terjadi dan melihat bahwa istilah "perempuan sundal" yang melekat pada diri Gomer merupakan suatu kualitas pribadi yang menyebabkan Gomer memiliki kecenderungan untuk berzinah. Dan memandang bahwa catatan yang berbeda dari Hosea pasal 1 dan pasal 3 merupakan dua kejadian yang berbeda, namun dengan perempuan yang sama. Penafsiran literal ini akan menolong untuk memahami bahwa pernikahan Hosea adalah gambaran kasih Allah yang besar bagi umat-Nya yang tidak setia. Melalui pemikahan Hosea Allah menegur umat-Nya yang tidak lagi setia kepada‑Nya agar mereka kembali kepada ikatan perjanjian yang telah ada di antara Allah dan mereka.

Tema tentang ikatan perjanjian yang unik antara Allah dengan Israel digambarkan secara dramatis dalam analogi pernikahan dalam Kitab Hosea. Pernikahan Hosea dengan Gomer terjadi oleh perintah Allah. Jika Hosea 1:2 dipahami secara literal, maka waktu is menerima panggilan kenabian terjadi tidak lama sebelum ia menikahi Gomer. Maim dan nama anak sulungnya, Yizreel yang mempunyai arti khusus membuktikan bahwa ia sudah menjadi nabi saat ia menikah.

Melalui pernikahannya, Hosea menjadi alat bagi Allah untuk mengambil inisiatif memanggil pulang Israel yang telah berubah setia terhadap perjanjian mereka. Bukan hanya itu, namun Allah menghukum mereka untuk menyatakan kasih-Nya. Hosea menghukum Gomer agar Gomer menyadari kesalaharmya, demikianlah gambaran penghukuman Allah bagi Israel. Allah menimpakan penghukuman atas Israel agar Israel menyadari kesalahan mereka dan berbalik kepada Allah. Allah tidak menimpakan hukuman yang benar-benar setimpal dengan dosa Israel yaitu maut, namun Allah masih menyediakan diri-Nya untuk mengikat perjanjian yang baru di antara mereka. Bangsa Israel yang murtad ini sama tidak layaknya untuk mengalami rahmat pengampunan Allah, namun karena kasih-Nya Allah mau mengambil kembali umat-Nya.

Sebagaimana pemahaman pernikahan Hosea secara literal, pernikahan Hosea kental dengan gambaran simbolik. Sekalipun penghakiman atas dosa dan pelanggaran Israel sudah pasti akan datang, nabi Hosea secara luar biasa mendemontrasikan dan mendeskripsikan kasih dan anugerah Allah. Berita tentang kasih Allah bagi umat-Nya yang pemberontak yang disertai dengan penghukuman, penyembuhan dan pemulihan oleh Allah sendiri tetap relevan untuk umat Allah sepanjang masa.

Demikian jugalah dengan umat Allah masa kini yang mengaku din telah dipanggil dan ditebus oleh Allah untuk menjadi umat-Nya. Tidak dapat dipungkiri bahwa jatuh dalam dosa merupakan hal yang dapat terjadi dalam perjalanan kehidupan umat Allah. Adalah penting bagi umat Allah untuk memiliki suatu kepekaan akan dosa sehingga ketika dosa masuk, dengan segera datang kepada Allah untuk mengaku dosa. Allah adalah Maha Pengasih, yang akan selalu menyediakan jalan pengampunan dan penyucian bagi setiap umat-Nya yang mau datang kepada-Nya.

download abstraksi yunita

 

 

 

2 Comments

Abstraksi

 

Sugianto. 2011. Membangun Komitmen Hidup Jemaat Dalam Bergereja. Skripsi. Prodi Teologi Sekolah Tinggi Theologi Aletheia Lawang.

 

Kata Kunci: Komitmen Hidup Jemaat.

 

Membangun komitmen hidup jemaat dalam bergereja bukan hal yang mudah, karena sebagian jemaat suka berpindah-pindah gereja. Mereka menikmati segala fasilitas, acara maupun pelayanan dari beberapa gereja. Motivasi jemaat yang suka berpindah-pindah gereja adalah untuk kesenangan diri sendiri, dan memandang pujian tidak lebih dan sebuah pertunjukan, ada yang sekadar ingin mencoba-coba, ada yang mencoba mencari gereja yang sesuai dengan keinginannya, ada yang menganggap semua gereja sama saja, akibatnya jemaat seperti ini cenderung tidak setia kepada gereja. Jemaat merasa jenuh beribadah di satu gereja karena ibadah hanya berjalan sebagai rutinitas yang dilakukan setiap minggu, jemaat merasa tidak mendapat apa-apa dan gereja. Mereka menganggap ibadah tidak lebih dan kewajiban dan rutinitas. Kejenuhan ini pada akhirnya membuat mereka meninggalkan gereja.

Jemaat perlu diajar tentang firman Tuhan karena firman Tuhan adalah piranti utama yang digunakan Allah untuk mematangkan, mendewasakan manusia kepunyaan Allah, dan arti komitmen dan berkomitmen kepada gereja dengan pengertian itu jemaat menjadi setia dan dapat memelihara, merawat kerohaniannya juga imannya bertumbuh. Gereja bertanggungjawab untuk menumbuhkan dan memelihara komitmen hidup jemaat bergereja dengan melakukan beberapa hal: menanamkan pengertian tentang komitmen bergereja di gereja lokal. Ketika jemaat sudah memahami makna dan pentingnya berkomitmen akan membuat jemaat dapat menyatukan diri di dalam gereja lokal. Jemaat harus mengerti bahwa dirinya adalah himpunan orang berdosa yang telah diselamatkan oleh Kristus. Jemaat amat berharga di mata Tuhan, karena Tuhan sendiri yang menyelamatkan dan memanggil jemaat­Nya untuk menjadi bagian dan gereja-Nya.

Pemimpin gereja dapat mendorong jemaat memiliki komitmen bergereja di gereja lokal dengan cara: membangkitkan gairah beribadah Minggu, membangun persekutuan , visitasi jemaat, memberikan layanan konseling, mengadakan pembinaan jemaat, membimbing jemaat untuk melayani, dan membentuk kelompok sel. Allah menginginkan setiap orang percaya untuk tetap setia kepada Kristus dan gereja-Nya. Karena Kristus tetap berkomitmen kepada gereja-Nya, dengan rela mati untuk gereja-Nya. Gereja sebagai rumah seumur hidup artinya ketika anggota jemaat sudah dewasa imannya dan mempunyai pengetahuan yang baik tentang firman Allah, ia akan hidup sebagai orang Kristen yang utuh dan bertumbuh. Ia juga mau menerima tanggung jawab untuk membina anggota jemaat lainnya. Regenerasi berkelanjutan dilakukan dan terjadi di gereja. Semua ini adalah cara yang dapat digunakan untuk membina anggota jemaat supaya memiliki komitmen bergereja.

download Abstraksi pak kho

Abstraksi

 

Carrolline, Olivia. 2011. Ketekunan Orang Kudus Dalam I Petrus 1: 3-9; II Petrus 1: 10-11 Dan Relevansinya Bagi Orang Percaya Masa Kini. Skripsi. Prodi Teologi Sekolah Tinggi Theologi Aletheia Lawang.

 

Kata Kunci: Ketekunan Orang Kudus, I Petrus 1: 3-9; II Petrus 1: 10-11.

 

Doktrin ketekunan orang kudus merupakan ajaran yang penting, yang hams diajarkan kepada orang percaya. Doktrin ketekunan orang kudus ini ialah doktrin yang mengajarkan bahwa orang-orang percaya akan senantiasa hidup bertekun dalam mempercayai Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Sekalipun orang percaya akan mengalami pencobaan dalam hidup, tetapi pencobaan itu tidak akan membuat iman mereka gugur, tetapi mereka akan tetap bertekun dalam iman kepada Yesus Kristus.

Seringkali yang terjadi adalah ketidakmengertian orang percaya terhadap doktrin ini sehingga mereka hidup secara "sembarangan" atau juga orang percaya yang sudah mengerti akan doktrin ini, namun mereka menganggap remeh akan dokrin ketekunan ini yaitu mereka menganggap bahwa jika orang percaya sudah diselamatkan maka mereka bebas melakukan "apa saja", sehingga mereka kurang bisa menerapkan doktrin  ketekunan ini dalam kehidupan mereka. Seharusnya orang percaya yang sudah mengerti harus dengan sungguh melakukan doktin ketekunan ini sebagai wujud tanggung jawab atas anugerah keselamatan yang sudah Allah berikan secara cuma-cuma. Sedangkan bagi orang percaya yang belum memahami dan mengerti akan doktrin ini, maka sebagai tanggung jawab gereja untuk mengajarkannya kepada mereka yang belum mengerti. Dengan demikian seluruh orang percaya dapat hidup secara bertanggung jawab atas anugerah keselamatan yang telah Allah berikan itu, dengan hidup benar sesuai dengan Firman Tuhan.

Orang percaya yang telah menerima keselamatan, harus dengan tekun mengerjakan keselamatan itu. Petrus kepada jemaat di Asia kecil mengingatkan bahwa mereka harus hidup bertekun di dalam Allah sebagai orang yang telah dipanggil dan dipilih oleh Allah. Orang percaya telah dipanggil untuk hidup kudus, sebagaimana Allah yang Maha Kudus telah bertekun melalui pemeliharaan-Nya bagi umat-Nya. Hal inilah yang membuat orang percaya dapat bertekun dalam iman mereka kepada Allah. Allah memelihara iman orang percaya sampai pada akhirnya nanti, di mana Yesus datang kedua kali. Orang percaya akan tetap hidup bertekun di dalam iman, sekalipun mereka mengalami banyak pencobaan. Melalui pencobaan dan pergumulan yang harus dihadapi itulah yang akan membuat orang percaya teruji iman mereka.

Doktrin ketekunan ini akan membawa orang percaya kepada suatu pemahaman yang benar akan keselamatan, sehingga ketika orang percaya sudah diselamatkan maka mereka harus mengerjakan keselamatan itu dengan sungguh-sungguh yaitu dengan tetap beriman kepada Allah sampai akhirnya. Orang percaya juga dijaga dan dipelihara oleh Allah sendiri, sehingga dengan demikian maka orang percaya tidak dapat hidup "sembarangan" atau orang percaya akan hidup dengan tertib yaitu dengan melakukan tanggung jawab mereka sebagai umat yang telah diselamatkan. Baik itu tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri maupun kepada orang lain, sehingga hidup orang percaya senantiasa berbuah dan menjadi berkat bagi banyak orang.

Jadi doktrin ketekunan harus diajarkan oleh gereja dalam berbagai kegiatan yang ada supaya orang dapat memiliki pemahaman yang benar, sehingga dengan demikian mereka tidak lagi hidup semau mereka sendiri, tetapi mereka dapat hidup secara bertanggung jawab. Adapun pengajaran akan dokliin ini dapat diajarkan melalui khotbah, pendalaman Alkitab, seminar, pembesukan dan banyak hal yang dapat gereja lakukan dalam memberikan pemahaman akan dokrtin ini. Sehingga melalui itu semua orang percaya dapat semakin memiliki pemahaman Firman yang benar dan mereka dapat bertekun dalam iman kepada Allah, serta kerohanian mereka semakin bertumbuh.

download Abstraksi olive

Abstraksi

Christy, Mayana. 2011. Penyelidikan Eksegetis Ekspresi Sumpah Dalam Rut 1: 16-17 Dan Relevansinya Bagi Panggilan Hidup Orang Percaya Masa Kini. Skripsi. Prodi Teologi Sekolah Tinggi Theologi Aletheia Lawang.

 

Kata Kunci: Penyelidikan Eksegetis, Ekspresi Sumpah, Rut 1: 16-17.

 

Dalam ekspresi sumpah terdapat dua bagian yang dinyatakan yaitu pengakuan iman dan kesetiaan. Kesetiaan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu kesetiaan kepada Allah (vertikal), dan kesetiaan kepada sesama (horisontal). Kesetiaan inilah yang menjadi bagian dalam kehidupan orang percaya.

Rut 1:16-17 terdapat ekspresi sumpah yang dinyatakan oleh Rut. Dalam bagian ini Rut menunjukkan pengakuan iman yang ditujukan kepada Allah Israel. Pengakuan iman yang dinyatakan oleh Rut merupakan pengakuan yang sungguh-sungguh kepada Allah. Ketika Rut menyatakan pengakuan iman kepada Allah, itu berarti Rut telah menerima dan mengakui etnisitas dan kepercayaan Israel.

Ekspresi sumpah yang dinyatakan oleh Rut mengandung kesetiaan kepada Allah Israel yang dimanifestasikan kepada Naomi. Kesetiaan juga dinyatakan oleh Rut ketika dia mau mengikuti Naomi untuk tinggal bersama-sama dengan mertuanya. Memang secara eksplisit kata sumpah tidak ditujukan secara langsung, tetapi perkarnan yang dinyatakan oleh Rut ini mengandung ungkapan atau ekspresi sumpah yang sungguh-sungguh dinyatakan kepada Allah Yahwe. Kesetiaan yang dinyatakan oleh Rut memperlihatkan totalitas hidupnya hanya mengikuti Allah Israel.

Ketika Rut menyatakan pengakuannya, ada ekspresi yang menunjukkan kesetiaannya kepada Allah Israel yaitu jika dia tidak melakukan pemyataannya maka Allah berhak menghukumnya bahkan sampai kematian. Hal inilah yang menunjukkan kesetiaan dari Rut. Kesetiaarmya juga ia tunjukkan ketika dia mau melakukan pernikahan levirat (bandingkan Imamat 25). Terlihat kesetiaan yang begitu jelas ia nyatakan melalui totalitas hidupnya kepada Allah yang dimanifestasikan kepada Naomi.

Demikian juga pada masa kini, kesetiaan juga ditujukan kepada orang percaya. Terkadang orang percaya hanya dapat menyatakan melalui pengakuan iman kepada Allah saja, tetapi kesetiaan sulit dinyatakan dalam kehidupannya. Kehidupan semakin individualisme. Terlihat juga bahwa kini kesetiaan orang percaya kepada Allah semakin menyusut. Persekutuan yang dulu ada kini telah hilang, terkikis dengan kesibukan di dunia yang semakin berkembang ini.

Jadi pada saat ini kesetiaan ini sangat penting hares dihayati dengan benar oleh setiap orang percaya. Setiap orang percaya hares memiliki kesetiaan kepada Allah dan juga kesetiaan yang dapat dinyatakan dalam kehidupan. Sekalipun kesetiaan adalah alat untuk menyatakan kasih kepada Allah, namunsetiap orang percayadipanggil dan mempunyai tanggung jawab untuk dapat memiliki kesetiaan dan dapat menyatakan kasih Allah kepada sesama.

download Abstraksi mayana

Abstraksi

 

Saputro,Brury Eko. 2011. Tinjauan Kritis Terhadap Konsep Panentheisme Georg Wilhemm Fredrich Hegel Berdasarkan Teologi Reformed. Skripsi. Prodi Teologi Sekolah Tinggi Theologi Aletheia Lawang.

 

Kata Kunci: Tinjauan Kritis, Konsep Panentheisme, Teologi Reformed.

Teologi dan filsafat abad ke delapan belas dan sembilan belas sangat mempengaruhi dunia pada hari ini. Salah satu pengaruh produk abad delapan belas dan Sembilan belas yang masih terasa pengaruhnya sampai hari ini adalah konsep panentheisme, khususnya yang dilcembangkan oleh Hegel. Konsep panentheisme yang dikembangkan oleh Hegel merupakan kritikan atas filsafat transendental Kant di dalam memahami Allah. Di dalam keberatannya terhadap Kant, Hegel mengusulkan konsep Allah yang immanent dengan dunia, yaitu Allah yang panentheistik. Konsep Allah yang seperti itu mengingat dunia bahwa Allah tidak hanya bersifat trasenden atau beyond the world, tetapi Ia juga immanent atau dekat dengan manusia.

Namun, Hegel juga jatuh dalam ektrem yang terlalu menekankan imanensi Allah dalam konsep panentheismenya. Hegel membuat suatu imanensi yang sulit dijelaskan, di mana is membedakan antara Allah dan dunia (tidak seperti pantheisme), tetapi juga tidak memberikan distingsi yang jelas antara Allah dan dunia. Dampak negative dari pemahaman seperti itu adalah akan adanya pengultusan ciptaan. Bahkan yang lebih parah lagi, Allah kehilangan keabsolutanNya. Allah menjadi seperti ciptaan, yaitu dapat terproses dalam proses alam yang menuju kesempurnaan.Konsep seperti itu tampak dalam teologi proses di akhir abad sembilan belas dan awal dua puluh ini, di mana Allah dipandang dengan kacamata yang terbatas, sehingga Ia membutuhkan dunia untuk eksistensiNya. Selain itu, Allah juga bergantung pada dunia untuk menjadi semakin sempurna. Dalam proses tersebut, duniapun akan semakin sempurna, seperti Allah itu sempurna.

Pemahaman di atas sangatlah bertentangan dengan cara teologi reformed memahami Allah berdasarkan wahyu khusus, yaitu Alkitab. Teologi Reformed menyatakan bahwa Allah memang transenden, yaitu berbeda dan di atas segala ciptaan, karena Ia adalah Pencipta. Selain itu, transendensi Allah terdapat dalam misteri hubungan Tritunggal di dalam natur Allah. Namun di dalam transendensiNya, Allah tetap memiliki relasi dengan manusia, yaitu relasi Pencipta-ciptaan. Teologi Reformed juga rneyakini bahwa Allah adalah imanen adanya. Imanensi Allah dalam teologi Reformed dinyatakan dalam inkarnasi Yesus dan kedatangan Roh Kudus. Peranan Yesus dan Roh Kudus menyatakan bahwa Allah sungguh-sungguh dekat dengan manusia, bahkan Yesus menjadi manusia, sehingga identik dengan manusia. Namun imanensi Allah tidaklah membuat Allah menjadi duniawi, Ia tetap kekal, tidak berubah. Hal itu nyata dalam natur Yesus Kristus yang adalah Allah dan manusia. Hal ini dipertegas dengan kehadiran Roh Kudus sebagai Penghibur, di mana Ia yang menghibur tidak mungkin berubah seperti yang dihibur.

Hubungan antara transendensi dan imanensi Allah dalam teologi Reformed terdapat dalam konsep kovenan, di mana Ia yang transenden mengikatkan diri dalam perjanjian dengan manusia, sehingga menjadi kepada kovenan, juga adalah Allah yang memelihara kovenan secara imanen. Hal ini berbeda dengan konsep panetheistme yang menganggap bahwa agama adalah titik temu antara transendensi Allah dan imanensiNya. Teologi Reformed menyakini bahwa agama tidak menjamin hubungan antara Allah dan manusia, tetapi kovenanlah yang menjamin itu semua. Tanpa kovenan, agama tidak ada gunanya! Dengan memahami Allah secara Alkitabiah, seperti yang dilakukan teologi Reformed, maka orang percaya pada hari ini dapat diingatkan bahwa Allah itu agung dan mulia, sehingga manusia harus hormat padaNya. Tetapi manusia juga terhibur oleh imanensiNya ketika menghadapi kesulitan hidup pada zaman ini. Kedua hal tersebut harus dipahami oleh orang percaya dalam kerangka kovenan.

download abstraksi brury

 

Abstraksi

 

Simbolon, Yusuf Anggi. 2011. Pemahaman Baptisan Roh Kudus Menurut Kisah Para Rasul 19: 1-7. Skripsi. Prodi Teologi Sekolah Tinggi Theologi Aletheia Lawang.

 

Kata Kunci: Baptisan Roh Kudus, Kisah Para Rasul 19: 1-7.

 

Pemahaman tentang baptisan Roh Kudus merupakan pengajaran yang penting bagi orang percaya. Baptisan Roh Kudus secara sederhana dipahami sebagai pemberian Roh Kudus kepada orang percaya oleh Kristus. Baptisan Roh Kudus ini terjadi pada saat seseorang percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dengan kata lain, baptisan Roh Kudus terjadi pada saat yang bersamaan dengan kelahiran kembali.

Pemahaman tentang baptisan Roh Kudus seringkali disalahpahami oleh kelompok Pentakosta dan Neo Pentakosta. Kedua kelompok ini menggunakan ayat-ayat Kitab Suci dalam Kisah Para Rasul termasuk Kisah Para Rasul 19:1-7 untuk mendukung pandangan mereka. Dengan bertolak dari bagian Kitab Kisah Para Rasul, kedua kelompok ini mengajarkan bahwa baptisan Roh Kudus adalah berkat kedua bagi seseorang setelah orang tersebut bertobat. Jadi, baptisan Roh Kudus ini dipahami sebagai tindakan lanjutan dari pertobatan seseorang.

Selain pemahaman baptisan Roh Kudus sebagai berkat kedua, kelompok Pentakosta dan Neo Pentakosta juga sangat menekankan karunia-karunia sebagai tanda terjadinya baptisan Roh Kudus. Seseorang yang memperoleh baptisan Roh Kudus maka akan berbahasa roh sebagai bukti awal baptisan Roh Kudus yang telah mereka terima. Bahkan tanda ini menjadi tolak ukur bagi baptisan Roh Kudus. Seseorang yang tidak berbahasa roh berarti orang tersebut tidak memiliki Roh Kudus di dalam dirinya.

Dengan melihat bagian Kisah Para Rasul 19:1-7, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa baptisan Roh Kudus bukanlah berkat kedua melainkan terjadi pada saat seseorang mengalami kelahiran kembali. Begitu pula dengan karunia berbahasa roh yang terjadi dalam Kisah Para Rasul 19:1-7 tidak dapat dijadikan normatif bagi pengalaman semua orang percaya karena ayat-ayat lain dalam Kisah Para Rasul memberikan pemahaman bahwa baptisan Roh Kudus tidak selalu diikuti dengan karunia berbahasa roh. Bukan berarti bahwa karunia bahasa roh tidak alkitabiah melainkan karunia ini diberikan berdasarkan kehendakNya sehingga kita tidak dapat mengatur atau menjadikannya sebagai tolak ukur bagi pengalaman baptisan Roh Kudus.

Pemahaman ini tentunya akan sangat berdampak bagi pengajaran kepada jemaat bahwa baptisan Roh Kudus bukanlah berkat kedua melainkan terjadi bersamaan dengan kelahiran kembali dan setiap orang yang percaya akan menerima Roh Kudus meskipun tanpa disertai dengan karunia berbahasa roh.

Abstraksi anggi